Saturday 24 March 2018

Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) berkontribusi mewujudkan keluarga penerima manfaat yang tanggu

Membangun Ketahanan Sosial-Emosional Melalui Teknik Modifikasi Perilaku  Jakarta (22 Maret 2018) – Psikolog Klinis Forensik Dra. A. Kasandra Putranto mengatakan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) berkontribusi mewujudkan keluarga penerima manfaat yang tangguh (titanium) dan berkualitas melalui penerapan metode perubahan perilaku yang efektif.

Hal tersebut disampaikan Kasandra yang juga Founder Attitude Achievement for Titanium Generation dalam Pelatihan untuk SDM Pelaksana PKH di Jakarta, baru-baru ini.

“Pendamping PKH yang menguasai parenting skill akan mendukung keberhasilan PKH. Sehingga tujuan PKH untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup keluarga, serta menghasilkan generasi muda yang berkualitas di masa depan dengan metode perubahan perilaku yang efektif dapat tercapai.

Kasandra mengungkapkan transformasi dunia terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Perubahan ini pun mendorong munculnya berbagai risiko dalam kehidupan, antara lain: kenakalan remaja, kemiskinan, keterbatasan pendidikan, kesehatan fisik mental sosial, konflik SARA, adiksi (alkohol, narkoba, permainan, seks, dan pornografi, dll), kekerasan, dan kekerasan seksual, sampai terorisme.

“Banyaknya risiko ini akhirnya menyebabkan kualitas individu di Indonesia masih rendah,” katanya.

Ia mengungkapkan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Rasamala, Tebet, Jakarta Selatan pada bulan Juli 2017 terkait determinan sosial menunjukkan tingginya konsumsi rokok, tingginya perilaku seksual berisiko, tingginya konsumsi beralkohol, tingginya polusi udara dan masalah pembuangan sampah, serta tingginya pemakaian obat-obatan terlarang.

Selain determinan sosial, pemeriksaan kualitas perkembangan anak menggunakan Child Development Inventory menunjukkan bahwa 79,1% anak-anak di RPTRA Rasamala mengalami keterlambatan perkembangan.

“Dua hasil ini dapat berimplikasi pada kualitas generasi muda Indonesia. Lingkungan sosial yang berisiko ditambah dengan kondisi anak yang mengalami keterlambatan perkembangan merupakan awal mula terbentuknya generasi yang tidak resilien atau tidak tangguh,” terangnya.

Generasi ini, lanjutnya, kemudian kembali melakukan tindakan berisiko dan masalah psikososial di masyarakat. Hal ini seperti siklus sebab akibat yang saling terkait satu sama lain.

Peran Pendamping PKH
Kasandra mengatakan banyak pihak telah berupaya membangun generasi emas, namun generasi emas saja tidak cukup.

“Ibarat kata, emas adalah logam yang bisa dilebur jadi berbagai bentuk. Indonesia memerlukan generasi yang resilien atau tangguh, seperti titanium sebagai logam terkuat. Membangun generasi titanium Indonesia, generasi tangguh dengan resiliensi dan sikap mental profesional yang baik merupakan langkah tepat menuju Indonesia berkualitas,” terangnya bersemangat.

Dikatakannya, generasi titanium lahir dari keluarga, khususnya orang tua yang juga titanium. Orang tua tangguh dapat membentuk perilaku anak menjadi tangguh.

“Di sinilah peran Pendamping PKH sangat krusial. Melalui berbagai pertemuan tatap muka dengan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH, mereka dapat membimbing bagaimana cara orang tua mengasuh, bersikap, dan berbicara terhadap anak,” katanya.

Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS) menurut Kasandra merupakan kesempatan yang dapat dimaksimalkan untuk membimbing orang tua. Tantangannya adalah Pendamping PKH harus mampu beradaptasi dengan berbagai macam karakter orang yang ditemui di lapangan.
“Kunci keberhasilan utama dalam transformasi pola asuh orang tua untuk membentuk generasi titanium adalah pemahaman terkait peran otak. Otak bertanggung jawab atas kemampuan berpikir, mengekspresikan, merasakan, mengendalikan tindakan, dan pembentukan karakter, serta perilaku untuk seorang individu,” paparnya.

Kerusakan otak dapat menghambat fungsi-fungsi dalam berperilaku, baik secara fisik-motorik hingga kemampuan sosial-emosional. Penelitian membuktikan bahwa seseorang yang memiliki keterampilan sosial emosional yang baik akan dapat bekerja sama dengan lebih baik dan prestasi akademiknya meningkat sebesar 11%.

Namun, akan berbeda hasilnya ketika orang tua mengabaikan peran otak ini. Orang tua yang terlibat konflik dengan anak remajanya akan memiliki volume amygdala yang besar, sehingga hal ini membuat terganggunya regulasi kognitif dan perilaku. Anak-anak yang terpapar kekerasan verbal mengalami perubahan struktur prefrontal cortex yang mengganggu kemampuan atensi dan perencanaan.

Orang tua berperan besar dalam perkembangan anak, seperti memberikan kasih sayang, kendali, serta optimalisasi potensi dan perilaku anak. Orang tua yang mampu bertransformasi untuk membuat anaknya menjadi generasi yang tangguh harus melakukan dua perubahan, yaitu perubahan cara berpikir (change the way you think) dan perubahan perilaku (change the way you do) dalam program Attitude Achievement for Titanium Generation (A2G). Yaitu program perubahan perilaku untuk mendukung terbentuknya resiliensi sosial kuat pada anak, agar anak memiliki pekerti dan prestasi.

A2G juga diartikan A to G yakni A: Attitude and Achievement; B: Big Brain and Big Heart; C: Care and Love; D: Dance and Exercises; E: Eat Healthy Food and Healthy Drinks; F: Fun Edutainment; G: Good Quality of Sleep.

Ia mengatakan dengan memastikan ketujuh aspek tersebut dalam proses tumbuh kembang anak, diharapkan dapat membangun Generasi Titanium dengan kualitas mental yang tangguh. Upaya ini dilakukan demi melindungi diri terhadap berbagai ancaman potensi risiko akibat transformasi dunia, mampu bersaing dan mencapai produktivitas dan kreativitas yang tinggi, serta mencapai prestasi maksimal di masa depan, baik akademis maupun non akademis.

“Upaya ini sejalan dengan wacana Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dalam Nawacita demi membangun manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing di kancah internasional,” kata Kasandra.


EmoticonEmoticon